FilomenaSMAK.sch.id – Ciri Khas MoralitasKristiani, oleh RD. Yudel Neno – Kata moral berasal dari kata bahasa Latin, mores, yang berarti kebiasaan atau adat-istiadat. Kebiasaan merupakan suatu sikap dan perilaku yang menetap dalam diri seseorang. Apabila kebiasaan itu baik maka dikatakan ditingkatkan. Apabila kebiasaan itu buruk maka sebaiknya dihindari. Inilah kiranya yang dimaksudkan dengan moral. Moral berarti lakukan yang baik dan hindari yang buruk. Moral mengacu pada prinsip. Prinsip umum moral ialah lakukanlah yang baik dan hindarilah yang jahat.
Filsuf sekaligus Teolog, Thomas Aquinas, dalam bahasa Latin, dalam rangka pembahasan tentang kebaikan bersama (Bonum Commune), telah lama merumuskan pernyataan “Bonum Faciendum Malum Vitandum, yang berarti lakukan yang baik dan hindari yang jahat.
Bagi mereka yang terpanggil untuk melakukan yang baik, mereka diberi sebutan prestasi; Homo Factus est Admiratione Dignus et Reverentia Dignus (Menjadi manusia yang pantas dikagumi dan layak dihormati).
Tentang kebiasaan baik yang perlu dipelihara sebagai kebajikan orang beriman, ada beberapa poin di bawah ini, yang penting untuk dipahami dan dihayati.
Sebutan Kristus iman menunjuk pada kenyataan pasca kebangkitan. Kebangkitan Yesus mendorong lahirnya suatu refleksi sadar atas karya agung Allah yang terjadi melalui diri Yesus. Ia bangkit dari antara orang mati, mengalahkan maut dan dosa. Dosa dan maut yang dikalahkan merupakan suatu fakta keselamatan terhadap banyak orang dari kuasa dan kungkungan maut.
Atas segala yang terjadi semasa hidup Yesus, kemudian oleh para Rasul direfleksikan secara mendalam. Hasil pengakuan dari segala refleksi itu mendorong tumbuhnya iman. Iman itu kuat dan teguh atas kebangkitan Yesus Kristus. Inilah titik tolak mengapa disebut Kristus Iman, karena alasannya ialah Iman akan Kristus yang menjadi titik tolak lahirnya Gereja (Perdana) adalah kenyataan iman akan kebangkitan.
Maka moral yang bersumber pada Kristus iman berarti kebiasaan kristiani perlu memandang dan menjadikan tindakan penyelamatan Yesus terhadap banyak orang sebagai pilihan mendasar dan utama. Tindakan itu dilakukan sebagai suatu tanda kebangkitan. Setiap kali ingin dan atau melakukan sesuatu, wajib hukumnya bahwa hal itu dilakukan tidak lain dan tidak bukan adalah demi kepentingan banyak orang dan keselamatan semua orang.
Historis berarti sesuatu yang menyejarah. Kata lainnya sejarah. Yesus Historis berarti Yesus yang hidup dalam sejarah; ruang dan waktu. Yang mengalami langsung histori Yesus pada waktu itu ialah para Murid dan orang-orang Yahudi waktu itu.
Pilihan dan tindakan Yesus pada keadilan dan kebenaran telah menunjukkan fakta betapa Yesus tidak disukai oleh orang-orang Yahudi (Farisi).
Yesus mengeritik banyak perilaku munafik orang-orang Farisi. Yesus melakukan begitu banyak karya penyembuhan baik yang buta, tuli, lumpuh, berbagai penyakit lain, termasuk kerasukan setan.
Yesus melakukan begitu banyak mukjizat. Yesus benar-benar menunjukkan kesaksiannya hidupNya demi kepentingan banyak orang.
Dari tindakan Yesus, muncul panggilan dan pilihan untuk mendasarkan moral pada Yesus Historis. Maksudnya, apa yang telah banyak dilakukan oleh Yesus semasa hidupNya, perlu dipedomani sebagai pilihan dalam bertindak.
Segala perilaku kristiani perlu dibaca dalam terang kerangka solidaritas Yesus tentang bagaimana seharusnya setiap orang saling memperlakukan.
Semangat yang paling inti dari Salib adalah Kasih yang berpuncak pada pengorbanan. Pengorbanan Yesus dibaca dalam konteks makna misteri Salib, yakni Derita, Wafat dan Bangkit. Dengan menderita, Yesus menunjukkan semangatnya bertahan dalam derita sebagai manusia. Dengan wafatNya di Salib, Yesus menunjukkan kerendahan hatiNya sebagai Putera Allah (sebuah spiritualitas kenosis) demi umat manusia. Dengan bangkit, Yesus menunjukkan kemahakuasaanNya dan keterlampauanNya sebagai Allah di hadapan maut dan dosa.
Pengorbanan yang dilakukan dipahami dan dipandang sebagai kasih yang memuncak. Kasih itu memuncak karena eratnya kasih antara Allah ke Manusia (dimensi katabatis), manusia ke Allah (dimensi anabatis) dan manusia dengan manusia (horizontal).
Kasih yang memuncak dibaca dalam filosofi kayu palang Salib. Yang vertikal melambangkan kasih Allah, yang horizontal melambangkan kasih manusia. Terpasangnya keduanya, melambangkan kasih Allah dan kasih manusia tidak dapat dipisahkan. Itu berarti manusia sebagai subjek moral, dalam tindakan moralnya, ia tidak dapat melepaskan filosofi kayu palang Salib itu.
Santo Yakobus menyatakan iman tanpa perbuatan adalah mati. Ada juga pernyataan biblis lain yang menunjukkan hubungan realistis antara iman, moral dan perbuatan. Dikatakan; orang yang beriman, ia menghasilkan perbuatan baik dari perbendaharaan imannya.
Memang benar! dimensi praksis dari iman ialah tindakan yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan perlu ditemukan akarnya pada iman. Demikian juga, refleksi atas tindakan pun perlu dibaca dalam terang iman. Karena, iman yang mendalam, ia menghasilkan perbuatan yang meluas dan bertahan.
Martabat manusia diletakkan oleh Allah saat penciptaan. Ketika manusia diciptakan, kepadanya telah diletakkan martabat. Martabat itu pertama-tama terletak pada kenyataan bahwa ia adalah hasil karya Tangan Allah, yang kepadanya diserahkan kuasa dan tanggung jawab untuk melestarikan hidup dan alam sekitar.
Manusia unik karena kepadanya dihembuskan nafas, yang merupakan roh kehidupan. Melalui nafas yang dihembuskan Allah itu, mengalir pula jiwa manusia yang erat terletak pada akal budi (cipta), perasaan (rasa) dan kehendak (karsa). Dari tiga poin ini, oleh Teologi Katolik merumuskan ketiganya dalam satu kesatuan yang disebutnya sebagai iman. Beriman berarti berakal budi, berperasaan dan berkehendak.
Dengan akal budi, iman dapat dijelaskan sebagai sumber bagi martabat manusia. Dengan perasaan, iman dapat dihayati sebagai kekuatan yang mendorong lahirnya tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kehendak bebas, iman merupakan pintu bagi setiap manusia untuk bebas bertindak dan bebas bertanggung jawab.
Ada empat poin penting dalam Hukum Cinta Kasih, yakni Kasih akan Allah, kasih akan Sesama, kasih akan diri-sendiri, dan kasih akan musuh.
Moralitas kristiani memang bersumber pada Hukum Cinta Kasih. Cinta kasih Kristiani selalu berdasarkan keadilan dan kebenaran. Cinta yang berdasarkan keadilan, akan membuahkan perdamaian. Cinta yang berdasarkan kebenaran, akan membuahkan komitmen dan tanggung jawab.
Moral yang bersumber pada Hukum Cinta Kasih berarti motivasi dan tindakan seseorang menjadikan Kasih Allah sebagai sumber tindakan kepada manusia; menjadikan martabat manusia sebagai sumber persekutuan kasih; menjadikan martabat pribadi sebagai ukuran dan panggilan aktualisasi diri dan menjadikan musuh sebagai subjek yang perlu diperhatikan dan didoakan.
Intinya ialah moralitas kristiani sama sekali tidak dapat terlepas dari empat subjek di atas dengan mengandalkan Allah sebagai Subjek Illahi dan Sumber Kasih. Karena Allah adalah kasih maka setiap orang yang beriman kepadaNya terikat kewajiban untuk melakukan kasih sebagai perwujudan imannya.
Tinggalkan Komentar