Paus Fransiskus telah menekankan sinodalitas sebagai cara Gereja menjalani hidupnya, dengan berfokus pada tiga aspek utama: persekutuan, partisipasi, dan misi. Berikut adalah uraian dari ketiga poin pokok tersebut, beserta referensi dalam ajaran Gereja Katolik:
Paus Fransiskus melihat sinodalitas sebagai persekutuan seluruh umat Allah yang dipanggil untuk berjalan bersama. Persekutuan ini bukan hanya hubungan struktural dalam hierarki Gereja, melainkan suatu persekutuan batin yang berakar pada iman dan kasih kepada Kristus. Paus menekankan bahwa persekutuan ini melibatkan dialog yang mendalam, keterbukaan terhadap satu sama lain, serta penghargaan terhadap berbagai keanekaragaman dalam tubuh Gereja, baik secara kultural maupun teologis.
Sumber Katolik: Dalam dokumen Konsili Vatikan II, Lumen Gentium 13, Gereja disebut sebagai “sakramen kesatuan” antara Allah dan manusia serta seluruh umat manusia. Persekutuan ini mencerminkan bahwa Gereja bukan hanya suatu lembaga, tetapi sebuah komunitas yang berjalan bersama.
Paus menekankan bahwa seluruh umat beriman memiliki tanggung jawab untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan dan misi Gereja. Partisipasi dalam Gereja bukan hanya hak, tetapi juga kewajiban. Dalam semangat sinodalitas, semua orang berperan: umat awam, biarawan-biarawati, dan klerus harus terlibat dalam proses pengambilan keputusan melalui dialog dan discernment (pembedaan roh). Paus juga menyerukan agar lebih banyak perempuan dan kaum muda dilibatkan dalam peran-peran penting dalam kehidupan Gereja.
Sumber Katolik: Apostolicam Actuositatem, dokumen Konsili Vatikan II tentang kerasulan awam, menegaskan bahwa umat awam memiliki hak dan tanggung jawab untuk ikut serta dalam misi Gereja dan membawa terang Injil ke dalam dunia.
Semua elemen sinodalitas ini pada akhirnya diarahkan kepada misi Gereja, yaitu mewartakan Injil kepada dunia. Paus Fransiskus mengingatkan bahwa Gereja yang sinodal adalah Gereja yang berorientasi keluar, ke arah pelayanan dan penginjilan. Misi ini tidak hanya terbatas pada pewartaan verbal, tetapi juga melalui tindakan kasih dan keadilan sosial. Gereja dipanggil untuk menjadi tanda kasih Allah kepada semua orang, terutama mereka yang tersisih, menderita, dan berada di pinggiran masyarakat.
Sumber Katolik: Evangelii Gaudium 20-24, Paus Fransiskus menegaskan bahwa Gereja dipanggil untuk menjadi “Gereja yang keluar,” yaitu Gereja yang meninggalkan zona nyaman dan pergi ke pinggiran untuk mewartakan kabar gembira.
Dengan menekankan ketiga poin di atas (persekutuan, partisipasi dan misi), Paus Fransiskus mengajak seluruh umat beriman untuk berperan serta secara aktif dalam kehidupan Gereja dan terlibat dalam misinya di dunia. Proses sinodal ini merupakan panggilan untuk mendengarkan, berdialog, dan bertindak dalam terang Injil, dengan tujuan untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini.
Paus Fransiskus memiliki pandangan bahwa Gereja harus bergerak menuju sebuah model sinodal dan misioner yang lebih inklusif dan dinamis. Dalam pandangannya, Gereja yang sinodal adalah Gereja yang mendengarkan, berpartisipasi, dan berjalan bersama seluruh umat Tuhan, bukan hanya para pemimpin. Paus Fransiskus menekankan bahwa Gereja harus berakar pada dialog dan kebersamaan dalam perjalanan iman, termasuk dalam menghadapi tantangan zaman modern.
Paus Fransiskus sering menggambarkan Gereja sebagai “Gereja peziarah”, di mana semua anggotanya dipanggil untuk berjalan bersama dalam keterbukaan, mendengarkan satu sama lain, dan mengambil keputusan secara kolegial. Ia mengatakan bahwa sinodalitas adalah “jalan yang diharapkan Tuhan dari Gereja di milenium ketiga” (Pidato pada Hari Studi Sinodalitas, 17 Oktober 2015). Sinodalitas berarti bahwa semua orang percaya dipanggil untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan memberikan suara dalam kehidupan Gereja. Ini melibatkan partisipasi aktif umat awam, imam, dan uskup dalam semangat kebersamaan dan keterbukaan terhadap Roh Kudus.
Dalam dokumen “Evangelii Gaudium” (Sukacita Injil), Paus Fransiskus menekankan pentingnya dialog dan discernment dalam proses sinodal. Ia menyatakan bahwa Gereja tidak boleh eksklusif, tetapi harus selalu berusaha melibatkan semua lapisan umat Tuhan dalam keputusan-keputusan penting.
“Sinodalitas adalah dimensi konstitutif dari Gereja. Kita harus menekankan bahwa Gereja harus selalu sinodal, karena ia adalah Tubuh Kristus di mana semua anggota memiliki bagian penting dalam kehidupan bersama.” — Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium, 87
Seiring dengan sinodalitas, Paus Fransiskus sangat menekankan bahwa Gereja harus selalu misioner, yaitu Gereja yang keluar dari kenyamanannya dan aktif mewartakan Injil kepada seluruh dunia, terutama di pinggiran-pinggiran masyarakat. Baginya, Gereja bukanlah institusi yang tertutup dan statis, tetapi Gereja yang bergerak, Gereja yang keluar dan pergi ke “pinggiran” (periferia), yakni mereka yang terpinggirkan, miskin, dan terlupakan. Dalam semangat misioner ini, Gereja harus melayani semua orang, tanpa terkecuali, sebagaimana Yesus Kristus melayani manusia.
Paus Fransiskus juga menyoroti pentingnya inkulturasi dalam misi Gereja, yakni bagaimana Gereja harus dapat beradaptasi dengan budaya-budaya setempat tanpa kehilangan inti Injil. Hal ini berarti Gereja harus menghormati kekayaan lokal dan tidak memaksakan suatu pandangan atau budaya tunggal.
“Saya lebih suka Gereja yang memar, terluka, dan kotor karena keluar ke jalan-jalan daripada Gereja yang sakit karena tertutup dan nyaman dipegang dalam keamanan sendiri.” — Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium, 49
Sinodalitas dan misi bagi Paus Fransiskus saling berkaitan erat. Gereja yang sinodal, yaitu yang mendengarkan, partisipatif, dan terbuka, adalah juga Gereja yang misioner. Gereja tidak hanya harus berbicara tetapi juga harus mendengarkan—mendengarkan suara orang-orang yang tertindas, orang-orang miskin, dan masyarakat yang terlupakan. Paus Fransiskus melihat bahwa sinodalitas adalah dasar untuk pembaruan misioner Gereja di dunia modern. Gereja yang mendengarkan adalah Gereja yang lebih siap untuk memenuhi panggilan misioner Injil, keluar dan melayani sesama.
Dalam sinodalitas dan misi ini, Paus menegaskan bahwa Gereja harus selalu dipimpin oleh Roh Kudus, bukan oleh agenda pribadi atau kelompok. Semangat sinodal dan misioner ini menjadi pusat dari visi Paus Fransiskus tentang masa depan Gereja yang lebih inklusif, dinamis, dan relevan bagi seluruh umat manusia.
Dengan pandangan tersebut, Paus Fransiskus mengarahkan Gereja untuk menjadi lebih terbuka, kolaboratif, dan berorientasi pada pelayanan dalam upaya untuk mewujudkan misi Injil di dunia.
Paus Fransiskus menawarkan suatu pemahaman yang mendalam mengenai hubungan antara sinodalitas dan misi. Bagi Paus, kedua hal ini tidak dapat dipisahkan, karena keduanya saling melengkapi dalam panggilan Gereja untuk melayani dunia. Sinodalitas adalah proses Gereja yang berjalan bersama seluruh umat, mendengarkan satu sama lain, dan membuka diri pada karya Roh Kudus. Sedangkan misi adalah panggilan Gereja untuk mewartakan Injil kepada segala bangsa. Paus Fransiskus menekankan bahwa sinodalitas harus bersifat misioner, dan misi harus bersifat sinodal.
Paus Fransiskus menegaskan bahwa Gereja tidak hanya dipanggil untuk berjalan bersama di antara anggotanya, tetapi juga untuk keluar dari dirinya sendiri dalam semangat misioner. Sinodalitas, yaitu keterlibatan seluruh umat dalam kehidupan Gereja, harus mengarah pada tindakan nyata dalam mewartakan Injil dan membawa kasih Kristus kepada dunia.
Paus melihat sinodalitas sebagai sarana yang memungkinkan Gereja menjadi lebih terbuka dan inklusif, sehingga lebih efektif dalam melaksanakan tugas misionernya. Dengan mendengarkan satu sama lain dan melibatkan semua anggota Gereja—baik uskup, imam, maupun awam—dalam proses discernment (pembedaan rohani), Gereja menjadi lebih peka terhadap kebutuhan dunia dan mampu merespons secara tepat.
“Sinodalitas dan misi saling terkait. Sinodalitas adalah cara Gereja menjadi misioner, karena hanya dengan mendengarkan seluruh umat Allah, Gereja dapat memahami apa yang Roh Kudus katakan kepada kita di zaman ini, dan dengan demikian dapat melayani lebih baik dalam perutusan.” — Paus Fransiskus, Pidato pada Sidang Umum Sinode untuk Amazon, 2019
Dalam pandangan ini, Gereja yang sinodal adalah Gereja yang terlibat secara aktif dalam kehidupan masyarakat dan menjadikan misi sebagai inti dari segala aktivitasnya. Paus sering menekankan bahwa sinodalitas bukanlah sekadar struktur administratif, tetapi sebuah cara hidup yang membentuk seluruh misi Gereja.
Sebaliknya, misi Gereja juga harus dijalankan secara sinodal. Ini berarti bahwa kegiatan misioner Gereja tidak boleh hanya menjadi tindakan segelintir orang atau kelompok tertentu, melainkan melibatkan seluruh umat Allah. Misi Gereja adalah tanggung jawab bersama seluruh komunitas, bukan hanya para pemimpin Gereja.
Paus Fransiskus menggambarkan misi yang bersifat sinodal sebagai suatu proses yang tidak memaksakan satu arah, melainkan melalui dialog, discernment bersama, dan kerjasama kolektif. Dengan demikian, Gereja dapat membawa Injil kepada masyarakat dengan cara yang menghormati keberagaman budaya, situasi sosial, dan spiritualitas lokal. Paus menekankan pentingnya inklusivitas dalam misi, bahwa Gereja tidak memaksakan pandangannya, tetapi berjalan bersama dengan masyarakat dalam mencari kebenaran dan keadilan.
“Misi Gereja hanya dapat dilakukan melalui sinodalitas, yaitu mendengarkan satu sama lain, membangun persaudaraan, dan saling mendukung dalam proses pembedaan rohani, karena hanya dengan cara itu kita dapat mengatasi tantangan zaman ini.” — Paus Fransiskus, Evangelii Gaudium, 33
Misi yang bersifat sinodal juga menekankan bahwa keputusan-keputusan besar dalam kegiatan misioner harus dilakukan secara kolektif dengan melibatkan suara seluruh umat, terutama mereka yang paling dekat dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, misi Gereja akan lebih relevan dan efektif karena dilandasi oleh pengalaman nyata dari kehidupan umat Tuhan.
Paus Fransiskus melihat bahwa sinodalitas dan misi tidak hanya saling melengkapi tetapi saling memperkuat. Sinodalitas memungkinkan Gereja untuk mendengar suara seluruh umat Allah, termasuk mereka yang ada di pinggiran, sehingga misi Gereja menjadi lebih relevan dan berdampak. Di sisi lain, misi yang bersifat sinodal memastikan bahwa kegiatan pewartaan Injil tidak dilakukan secara eksklusif atau terisolasi, melainkan dalam semangat kebersamaan dan keterlibatan seluruh umat.
Paus juga menekankan bahwa Gereja yang sinodal dan misioner harus selalu terbuka pada dinamika Roh Kudus, yang senantiasa memimpin Gereja untuk berani keluar dari zona nyaman dan menjangkau orang-orang yang paling membutuhkan cinta Tuhan.
“Tanpa dimensi misioner, sinodalitas hanya menjadi sebuah latihan formal; tanpa sinodalitas, misi Gereja kehilangan orientasi spiritual dan evangelisnya.” — Paus Fransiskus, Dokumen Akhir Sinode Amazon, 2019
Bagi Paus Fransiskus, sinodalitas dan misi adalah dua aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan Gereja yang hidup. Sinodalitas mengarah pada keterbukaan misioner, sementara misi harus dijalankan dalam semangat sinodal. Gereja yang berjalan bersama (sinodal) dan keluar untuk mewartakan Injil (misioner) adalah visi Paus tentang Gereja yang relevan dan responsif terhadap kebutuhan dunia modern, selalu dipimpin oleh Roh Kudus.
Dirangkum oleh RD. Yudel Neno
Tinggalkan Komentar