FilomenaSmak.sch.id – Kerja sebagai Aktualisasi Diri dalam Pandangan Karl Marx dan Relevansinya dengan Kerja Tangan Anak-Anak Asrama SMAK Santa Filomena Mena
Dalam pemikiran Karl Marx, kerja bukan sekadar aktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga merupakan bentuk aktualisasi diri. Konsep ini berkaitan dengan bagaimana manusia mengekspresikan esensinya melalui kerja yang kreatif dan bermakna. Ekspresi esensi yang dimaksudkan ialah pergerakan dari in potentia menuju in actu. Kerja merupakan pergerakan fisik yang diproduksi oleh akal budi-perasaan dan kehendak. Karena kerja merupakan ekspresi jiwa, maka sebetulnya kerja tidak semata-mata merupakan aktivitas fisik tetapi juga merupakan aktivitas jiwa.
Walaupun demikian, Marx tetap menyoroti bagaimana sistem kapitalisme (kepemilikan dan akses terkonsentrasi ke pemilik modal, yang disebutnya dengan kaum borjuis), menghambat aktualisasi diri melalui konsep alienasi kerja.
Marx berpendapat bahwa kerja adalah bagian dari hakikat manusia. Berbeda dengan hewan yang bekerja berdasarkan insting, manusia memiliki kesadaran dan kebebasan dalam bekerja. Dalam Manuskrip Ekonomi dan Filsafat 1844, Marx menjelaskan bahwa manusia seharusnya dapat mengekspresikan dirinya melalui kerja yang kreatif dan bermakna. Kesadaran menempatkan kerja menjadi bermakna dan kebebasan memproduksikan kerja menjadi kreatif.
Kesadaran akan setiap pekerjaan menciptakan tanggung jawab dalam kerja. Sementara kebebasan dalam melakukan setiap pekerjaan memberi ruang bagi kreativitas dalam setiap pekerjaan. Sebuah pekerjaan, apabila tidak dilakukan dengan sadar dan tidak dilakukan dengan bebas, menurut Marx, akan menciptakan alienasi, karena manusia kerja dalam keadaan terpaksa dan bahkan tersiksa.
Dalam konteks anak-anak asrama SMAK Santa Filomena Mena, kerja tangan seperti berkebun, membuat kerajinan, atau membantu tugas harian bukan sekadar rutinitas, tetapi juga sarana bagi mereka untuk mengembangkan karakter, kemandirian, dan nilai spiritualitas kerja. Maka jelaslah bahwa pekerjaan yang dilakukan, bukan hanya untuk memenuhi kewajiban sekolah ataupun asrama, tetapi juga menjadi bagian dari pembentukan diri mereka sebagai pribadi yang bertanggung jawab dan mandiri.
Menurut Marx, dalam sistem kapitalisme, kerja justru kehilangan makna sebagai bentuk aktualisasi diri. Marx menjelaskan empat jenis alienasi dalam kerja.
Yang pertama – Alienasi dari Hasil Kerja
Marx menjelaskan bahwa pekerja justru teralienasi dari pekerjaan yang dilakukan apabila tidak memiliki kendali atas produk yang dihasilkan dan sebaliknya produk tersebut malah menjadi milik kapitalis.
Yang kedua – Alienasi dari Proses Kerja
Pekerja hanya menjadi alat dalam sistem produksi, tanpa kendali atas bagaimana atau untuk apa mereka bekerja.
Yang ketiga – Alienasi dari Diri Sendiri
Pekerja tidak lagi melihat kerja sebagai sarana ekspresi diri, melainkan hanya sebagai beban atau kewajiban demi bertahan hidup.
Yang keempat – Alienasi dari Sesama manusia
Sistem kapitalisme menciptakan persaingan antar pekerja dan memisahkan mereka dari hubungan sosial yang bermakna. Kaum pemilik modal membangun konsolidasi sendiri dalam kepentingan mereka sementara kaum proletar-kaum buruh tetap dipandang sebagai terpidah. Sistem seperti ini, jelas menunjukkan adanya alienasi dalam prinsip partnership.
Di lingkungan Asrama SMAK Santa Filomena Mena, konsep alienasi kerja ini dapat dihindari melalui pendekatan pendidikan berbasis kerja tangan, di mana siswa diajak untuk melihat kerja sebagai bentuk pembelajaran, pengembangan bakat, dan pelayanan bagi komunitas. Misalnya, ketika mereka bekerja bersama dalam proyek pertanian sekolah atau keterampilan menata pekarangan asrama, mereka tidak hanya menghasilkan sesuatu yang bermanfaat, tetapi juga memperkuat rasa kebersamaan dan nilai-nilai Kristiani dalam kehidupan sehari-hari.
Marx berpendapat bahwa dalam masyarakat komunis, kerja tidak lagi bersifat memaksa atau merugikan, melainkan menjadi aktivitas bebas yang memungkinkan manusia berkembang sepenuhnya. Ia membayangkan suatu kondisi di mana orang dapat bekerja sesuai dengan minat dan bakat mereka, sehingga kerja benar-benar menjadi sarana aktualisasi diri.
Dalam konteks boarding school, anak-anak asrama dapat mengalami kerja sebagai pengalaman pembebasan jika mereka diberikan kesempatan untuk menyalurkan minat mereka dalam kerja tangan. Misalnya, ada yang mungkin lebih tertarik dalam bertani, memasak, atau membangun sesuatu dengan tangan mereka sendiri. Jika mereka diberi kesempatan untuk memilih dan mengembangkan keterampilan ini, mereka tidak hanya akan menguasai keahlian tertentu, tetapi juga menemukan kepuasan dan makna dalam kerja mereka.
Dalam teori Marx, kerja seharusnya menjadi bentuk aktualisasi diri, tetapi dalam kapitalisme, kerja justru menjadi sumber keterasingan. Oleh karena itu, Marx mengusulkan sistem yang memungkinkan manusia bekerja dengan bebas dan kreatif, tanpa eksploitasi atau keterasingan.
Dalam konteks SMAK Santa Filomena Mena, kerja tangan dalam asrama bisa menjadi cara untuk membangun karakter, kedisiplinan, dan nilai Kristiani. Alih-alih melihat kerja sebagai beban, anak-anak asrama dapat diarahkan untuk melihatnya sebagai sarana pertumbuhan diri, pengembangan keterampilan, dan pembentukan mentalitas melayani. Dengan demikian, kerja di asrama bukan hanya rutinitas, tetapi juga jalan menuju aktualisasi diri yang sejati.
Referensi
Karl Marx. Manuskrip Ekonomi dan Filsafat 1844.
Karl Marx & Friedrich Engels. Das Kapital.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Filsafat dan Etika Kerja (Edisi Kurikulum 2013).
oleh Yudel Neno, Pr
Tinggalkan Komentar