FilomenaSmak.sch.id – Di tengah denyut kehidupan yang semakin bising, di mana keberadaan seringkali diukur dengan popularitas dan perhatian yang didapat, ada jiwa-jiwa yang memilih jalan sunyi. Mereka hadir tidak untuk dilihat, tetapi untuk merasakan dan dirasakan. Kehadiran mereka tidak menuntut sorotan, tetapi membekas dalam hati yang disentuh. Di SMAK Santa Filomena Mena, dua nama yang jarang terdengar namun penuh makna adalah Ibu Ria Dahu dan Pak Redem Maneno, Mahasiswa PPL dari Sekolah Tinggi Pastoral Santo Petrus Keuskupan Atambua.
Sejak Agustus hingga Desember 2024, langkah-langkah mereka mengisi halaman sekolah dengan ketulusan yang tenang. Mereka datang bukan untuk mengajar dengan suara lantang, tetapi untuk melayani dengan hati. Mereka adalah wujud nyata dari cinta yang hidup dalam tindakan sederhana—yang kadang tak terlihat, tetapi selalu terasa.
Ibu Ria Dahu adalah cerminan kasih yang lembut namun kuat. Tutur katanya yang hangat seperti aliran sungai yang menyejukkan hati. Senyum yang menghiasi wajahnya adalah undangan kepada siapa saja untuk merasakan kehadiran yang aman dan nyaman. Dalam setiap kelas yang dia dampingi, dia bukan hanya seorang pendidik, tetapi juga seorang ibu yang siap mendengar dan merangkul hati-hati muda yang kadang tersesat dalam pencarian jati diri.
Sementara itu, Pak Redem Maneno adalah sosok kakak yang tak mengenal lelah. Dalam dunia yang sering kali terjebak dalam hiruk-pikuk pencapaian, ia hadir dengan ketulusan yang jarang ditemukan. Bukan kata-kata besar yang menjadi kekuatannya, melainkan tindakan-tindakan kecil yang dilakukan dengan penuh cinta dan kesungguhan. Ia selalu ada, tanpa diminta, tanpa mengharap balas.
Mereka bukan tokoh besar dalam sejarah dunia, tetapi mereka adalah pahlawan dalam cerita kehidupan murid-murid yang mereka bimbing. Dunia boleh merayakan mereka yang menonjolkan diri, tetapi sejarah hati akan selalu mengabadikan mereka yang hadir dengan kerendahan hati.
Dalam setiap langkah menuju ruang kelas, setiap perhatian yang diberikan kepada siswa, ada cinta yang melampaui sekadar kewajiban. Mereka tidak perlu menyatakan cinta dengan kata-kata; tindakan mereka adalah bahasa cinta yang paling jujur. Mereka memahami bahwa cinta sejati tidak memerlukan pengakuan, tidak menuntut penghargaan.
Mereka tidak berbicara banyak, tetapi kehadiran mereka memancarkan rasa aman yang tak terlukiskan. Kehadiran mereka adalah doa yang berjalan, pelayanan yang hidup dalam setiap detik waktu yang mereka habiskan untuk sekolah ini. Mereka adalah cinta yang hidup dalam keheningan.
Ada sesuatu yang sulit dijelaskan tentang ketulusan. Ia tidak bisa dipaksakan, tidak bisa direkayasa. Ketulusan adalah magnet yang menarik tanpa perlu usaha keras. Selama enam bulan itu, mereka telah menanam benih cinta dan keteladanan yang akan terus tumbuh dalam hati anak-anak dan para guru.
Ketulusan mereka bukan sekadar konsep abstrak, tetapi realitas yang dirasakan setiap hari. Ia hadir dalam senyum yang tidak pernah lelah, dalam uluran tangan yang selalu siap membantu, dalam tatapan penuh perhatian yang tulus. Mereka telah meninggalkan jejak yang tak terlihat namun abadi, seperti aroma bunga yang tetap melekat meski angin telah berlalu.
Desember 2024 akan menjadi penanda akhir masa pelayanan mereka di SMAK Santa Filomena Mena, tetapi kisah mereka tidak akan berakhir di sana. Kehadiran mereka akan terus hidup dalam cerita-cerita yang akan diceritakan kembali, dalam ingatan yang hangat, dan dalam hati yang telah mereka sentuh dengan cinta yang tulus.
Mereka tidak pergi dengan selebrasi besar atau perpisahan yang meriah. Mereka pergi seperti senja yang perlahan meredup, tenang namun meninggalkan keindahan yang sulit dilupakan. Kehadiran mereka adalah pesan abadi bahwa cinta yang bekerja dalam diam adalah kekuatan yang mampu mengubah dunia, meski dimulai dari sudut kecil sebuah sekolah di Mena.
Mereka adalah kisah yang tak butuh sorotan, karena hati adalah panggung yang paling abadi.
oleh Anak Murid SMAK
Editor : Yudel Neno, Pr
Tinggalkan Komentar